Kesalahan-kesalahan menghadapi pubertas ini banyak sekali dan beragam. Misalnya, tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk mandiri. Padahal Rasulullah saw melatih anak-anak para sahabat sejak kecil untuk memikul tanggung jawab dalam bidang-bidang yang beragam dan turut menanggung beban kehidupan.
Hal ini seperti digambarkan dalam hadits Tsabit radhiyallahu anhu, dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah saw datang saat aku bermain bersama bocah-bocah lainnya. Lalu beliau memberi salam kepada kami, lalu mengutusku untuk suatu urusan. Sebelum pergi, aku menemui ibuku lalu ia bertanya, ‘Apa keperluan beliau itu?’ Aku berkata, ‘Itu rahasia!’ Ia berkata, ‘Kalau begitu, jangan ceritakan rahasia Rasulullah saw ini kepada siapa pun!’ Anas radhiyallahu anhu berkata, ‘Demi Allah, andaikata boleh aku menceritakannya kepada seseorang, pastilah sudah aku ceritakan hal itu kepadamu, wahai Tsabit!” (HR. Ahmad).
Betapa perhatian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam melatih anak-anak kecil untuk melakukan beberapa pekerjaan. Dengan begitu, tumbuh kokohlah jati diri mereka. Ini penting sebagai persiapan mereka untuk menghadapi kehidupan. Kasus keluarga berantakan (broken home), salah satunya diakibatkan oleh anak yang merasa tidak dihargai keberadaannya.
Kesalahan lain adalah membiarkan sang buah hati digarap oleh lingkungan. Akibatnya, anak tumbuh liar. Betapa pun tingginya prestasi dan megahnya gedung sekolah atau beragam jenisnya: Pesantren, Sekolah Islam Terpadu atau asrama, tanggung jawab pendidikan tetap berada di pundak orangtua.
Jangan berikan celah bagi nilai-nilai non-Islam masuk ke rumah. Jangan serahkan pendidikan anak kita pada TV atau membiarkan orang-orang yang tidak berakhlak masuk ke rumah kita, meski dia saudara, kerabat, teman atau pembantu. Karena kalau dibiarkan Anda akan termasuk tipe suami dan laki-laki ‘Dayyuts’ yang tidak akan masuk surga.
Rasulullah saw bersabda, “Tiga orang yang telah Allah haramkan masuk surga: pecandu khamr, pendurhaka terhadap kedua orang tuanya dan Dayyuts (suami yang tak punya rasa cemburu) yang menyetujui perbuatan keji dalam keluarganya,” (HR an-Nasai).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar